Jakarta – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, menegaskan pentingnya penguatan tiga pilar utama, yakni infrastruktur, talenta digital, dan tata kelola, sebagai fondasi pengembangan ekosistem ekonomi kreatif dan digital nasional yang inklusif serta berdaya saing global.
“Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat infrastruktur yang merata dan berkualitas, pengembangan talenta digital kreatif dan kompeten, serta tata kelola yang berlandaskan etika teknologi. Ketiga aspek ini menjadi kunci agar ekonomi digital dan kreatif Indonesia tumbuh secara berkelanjutan dan inklusif,” ujar Nezar Patria dalam keterangannya terkait acara FGD Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Digital di Primakara University, Denpasar, Bali, pada Jumat (31/10/2025).
Wamenkomdigi Nezar Patria mengapresiasi inovasi mahasiswa Primakara University yang menampilkan berbagai aplikasi dan gim dengan ide segar dan visual menarik. Menurutnya, karya-karya tersebut menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia siap menjadi motor penggerak ekonomi kreatif berbasis teknologi digital. “Saya terkesan dengan kreativitas mahasiswa di sini, karya mereka membuktikan bahwa anak muda Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing di tingkat global dan memperkuat posisi ekonomi kreatif nasional,” katanya.
Untuk itu, Nezar Patria menambahkan, sektor ekonomi kreatif kini berkontribusi lebih dari Rp1.500 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap lebih dari 24 juta tenaga kerja.
Kinerja tersebut, menurutnya, tidak terlepas dari dukungan transformasi digital yang menjadi penggerak utama sektor-sektor kreatif di berbagai daerah. “Sektor ekonomi kreatif adalah kekuatan riil yang terus tumbuh. Transformasi digital menjadi enabler bagi percepatan pertumbuhannya,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Wamen Nezar juga menyoroti peran kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) dalam memperkuat produktivitas dan kreativitas di sektor ekonomi kreatif. Namun, ia mengakui bahwa adopsinya masih menghadapi sejumlah tantangan seperti biaya tinggi, kompleksitas teknis, dan ketidakpastian regulasi hak cipta. “Adopsi AI masih terbatas karena biaya yang tinggi dan belum adanya kejelasan regulasi. Di sisi lain, teknologi ini juga menimbulkan tantangan etika, karena kemampuannya yang superrealistik dapat disalahgunakan untuk hal-hal negatif. Karena itu, tata kelola yang baik menjadi sangat penting,” jelasnya.
Untuk memastikan pemanfaatan teknologi digital berjalan secara aman dan etis, pemerintah tengah menyiapkan Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional dan Peraturan Presiden tentang Etika AI. Kedua kebijakan ini akan menjadi landasan penting bagi pengembangan teknologi AI yang berpihak pada kepentingan publik dan mendukung arah transformasi digital nasional. (Red)




























